Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu Provinsi dengan bentang geografi dalam bentuk kepulauan dan sebagian besar wilayah Kepulauan Riau dikelilingi laut dan daratannya terdiri dari gugusan pulau-pulau. Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari 1.796 pulau. Terdapat tujuh daerah administrasi Kabupaten dan Kota di Provinsi Kepulauan Riau yang terdiri dari Karimun, Bintan,Natuna, Lingga, Kepulauan Anambas, Batam, dan Tanjungpinang. Provinsi Kepulauan Riau terletak antara 00°29’ Lintang Selatan dan 04°40’ Lintang Utara serta antara 103°22’ Bujur Timur sampai dengan 109°4’ Bujur Timur. Luas wilayahkeseluruhan adalah 427.608,68 km2 terdiri dari lautan 97,52% sebesar 417.012,97 km2 dan sisanya adalah daratan 2,48% sebesar 10.595,71 km2 (BPS KEPRI, 2019).
Berdasarkan posisi geografisnya, sebagai salah satu provinsi yang berbatasan langsung dengan beberapa negara ASEAN, Provinsi Kepulauan Riau memiliki posisi yang sangat strategis. Selain itu, Provinsi Kepulauan Riau juga berbatasan langsung dengan beberapa provinsi lainnya di Indonesia. Batas-batas wilayahtersebut meliputi: Batas Utara berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja. Batas Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi. Batas Barat berbatasan dengan Singapura, Malaysia, dan Provinsi Riau. Batas Timur berbatasan dengan Malaysia, Brunei, dan Kalimantan Barat (BPS KEPRI, 2019). Ibu kota Provinsi Kepulauan Riau adalah Kota Tanjungpinang yang terletak di Pulau Bintan dan beberapa pulau kecil seperti Pulau Dompak dan Pulau Penyengat, dengan koordinat 0’5’ LU dan 104’27’ BT.
Jika ditilik dari permasalahan kesehatan di Kepulauan Riau dapat tergambar dari data profil kesehatan provinsi dengan indikator terhadap kesehatan berbasis masyarakat, dimana Kesehatan Masyarakat adalah imu dan seni untuk mencegah penyakit dan memperpanjang hidup, serta meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat, guna perbaikan lingkungan, pemberantasan penyakit menular, pendidikan untuk kebersihan perorangan, pengorganisasian pelayanan kesehatan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan, serta pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya. Secara spesifik, Kesehatan Masyarakat di Provinsi Kepulauan Riau diorientasikan pada permasalahan Kesehatan wilayah kepulauan, yakni suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, dan perairan di antara pulau-pulau tersebut, dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lain demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan, dan wujud alamiah lainnya tersebut merupakan satu kesatuan geografi, ekonomi, pertahanan keamanan, dan politik yang hakiki, atau secara historis dianggap berhubungan. Dengan demikian, Kesehatan Masyarakat di Provinsi Kepulauan Riau tidak terlepas dari permasalahan isu kesehatan yang ada di pulau- pulau dan perairan yang mengelilinginya, sehingga fokus orientasi diarahkan pada Kesehatan Masyarakat berbasis Wilayah Kepulauan (KEMILAU).
Permasalahan kesehatan di wilayah kepulauan pada dasarnya sesuai dengan pembangunan kesehatan, yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya kesehatan dengan pendekatan Promotive (pemahaman kesehatan), Preventive (pencegahan penyakit), Protective (perlindungan terhadap penyakit), Curative (penyembuhan terhadap penyakit), dan Rehabilitative (pemulihan) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
Berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Kepulauan Riau, untuk indikator pengendalian penyakit, terdapat beberapa kategori penyakit yang muncul danmenjadi sebaran kasus di wilayah Kepulauan Riau, yakni tuberculosis, HIV/AIDS, malaria, Deman Berdarah Dengue (DBD), Pneumonia, Kusta, Diare, kanker serviksdan kanker payudara, hipertensi, obesitas, dan optimasliasi masalah kesehatan keluarga yang mencakup Kesehatan ibu dan anak, imunisasi, serta perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) (Dinas Kesehatan Kepri, 2018). Jika merujuk dari hubungan kausalitas munculnya masalah kesehatan pada masyarakat, tentu tidak terlepas dari pengaruh krusial faktor lingkungan, politik, sosial, ekonomi, dan faktor pendukung lainnya. Pada faktor lingkungan dan kesehatan, munculnya kasus masalah kesehatan masyarakat di pulau tentu tidak terlepas dari kondisi lingkungan dan ketersediaan sarana dan prasarana perangkat kesehatan, peran kebijakan pemerintah setempat, dan perilaku masyarakatnya. Hasil survei memaparkan untuk persentase Desa Kelurahan yang melaksanakan STBM, akses terhadap air minum yang layak dan rumah sehat serta data kejadian penyakit berbasis lingkungan di wilayah Kepulauan Riau. Pada tahun 2018, jumlahDesa Kelurahan yang melaksanakan STBM di Provinsi Kepulauan Riau sebanyak 356 desa/kelurahan (85,6%) dari 416 Desa/Kelurahan. Namun, dari keseluruhan Desa Kelurahan tersebut hanyak 72 Desa/Kelurahan (17,31%) yang telah teverifikasi ODF/SBS, sedangkan sisanya masih cukup banyak masyarakat yang masih melakukan praktik buang air sembarangan (BABS). Prilaku BABS memiliki risiko pada pencemaran air serta munculnya penyakit tular air (water borne disease). Hal tersebut didukung dengan karakteristik masyarakat kepulauan yang banyak bermukim di daerah pesisir dan daerah pasang-surut yang kurang memilikiakses pada jamban yang layak. Selain itu prilaku membuang sampah sembarangan ke laut menambah beban pencemaran lingkungan dan risiko kejadian penyakit berbasis lingkungan, sehingga menjadi salah satu masalah Kesehatan masyarakat yang ada di Kepulauan Riau (Dinas Kesehatan Kepulauan Riau, 2018). Perlu adanya pengelolaan sampah seefektif mungkin sehingga sampah dapat diolah menjadi sesuatu yang berguna, salah satunya menjadi kompos atau pupuk buatan yang bermanfaat dan bernilai ekonomis.
Masalah lain yang masih menjadi perhatian adalah masalah kesehatan ibu dan anak. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI, menyatakan bahwa sebanyak 45 ribu balita di Provinsi Kepulauan Riau menderita gizi buruk dan gizi kurang sepanjang 2018. Jumlah tersebut merupakan 13 persen dari total 350 ribu balita di Kepulauan Riau. (Kementrian Kesehatan, 2018). Pada tahun 2019 sudah mengalami penurunan yaitu menjadi 5,1 persen (Profil Kesehatan Provinsi Kepri, 2019).Namun pada tahun 2020 angka kasus stunting meningkat kembali menjadi 7,2 % (Kemenkes RI, 2021). Angka tersebut masih perlu diturunkan sampai dengan angka nol atau tidak adanya stunting. Salah satu penyebab stunting adalah anemia pada ibu hamil. Oleh karena itu masalah gizi pada ibu dan anak masih memerlukan perhatian.
Berdasarkan sarana kesehatan yang tersedia, Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2020 memiliki 87 (delapan puluh tujuh) Puskesmas, dengan rincian 52 (lima puluhdua) Puskesmas rawat inap dan 35 (tiga puluh lima) Puskesmas non rawat inap. Jikaditilik berdasarkan rasio puskesmas per 100.000 penduduk, dapat diindikasikan rasio Puskesmas provinsi Kepulauan Riau di tahun 2018 yaitu 4 per 100.000 penduduk, dengan rasio puskesmas tertinggi adalah kabupaten Natuna yaitu sebesar 17.71 per 100.000 penduduk dan rasio terendah adalah kota Batam yaitu sebesar 1.48 per 100.000 penduduk. Hal ini juga menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang ada di Kepulauan Riau terkait pelayanan dan infrastruktur saranakesehatan di seluruh wilayah pulau.
Berdasarkan kasus-kasus seputar kesehatan yang terjadi, khususnya yang mewabah di Provinsi Kepulauan Riau, maka diperlukan suatu upaya yang tidak hanya berupa pengendalian (kuratif dan rehabilitatif), tetapi sudah seharusnya yang berorientasi pada pencegahan dan edukasi (promotif dan preventif). Untuk mendukung hal tersebut maka diperlukan pendekatan sains dan teknologi yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Sains dan teknologi menuntun manusia menuju peradaban yang lebih baik. Manusia tidak dapat dipisahkan dari teknologi; teknologi terkandung di dalam diri dan cara-cara kehidupan masyarakat. Sebaliknya teknologi tidak dapat terlepas dari manusia, teknologi muncul karena diciptakan oleh manusia. Kemampuan berpikir manusia yang sistematis, analitis, mendalam, dan berjangka panjang menghasilkan ilmu pengetahuan. Penguasaan sains dan teknologi menjadi indikator yang signifikan dalam perkembangan/pertumbuhan suatu negara pada era globalisasi ini. Suatu negara dapat dikatakan lebih maju dari bangsa yang lain apabila negara tersebut lebih unggul dalam bidang sains dan teknologi. Untuk itu sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia haruslah meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam.
Poltekkes merupakan salah satu institusi pendidikan tinggi yang berperan dalam pengajaran dan penyampaian ilmu pengetahuan, penelitian, dan pengembangan serta penerapan ilmu pengetahuan dalam bentuk pengabdian masayarakat. Peran Poltekkes sangat mutlak diperlukan dalam pengembangan riset dan teknologi terutama bidang kesehatan khususnya dalam meningkatkan daya saing bangsa. Berdasarkan potensi dan permasalahan yang ada didukung dengan SDM serta sarana prasarana penunjang yang memadai terutama yang berhubungandengan kesehatan masyarakat wilayah kepulauan, maka perlu dibangun suatu pusatunggulan, khususnya di Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang, sebagai salah satu institusi perguruan tinggi negeri bidang kesehatan, dengan ruang lingkup keunggulan di bidang kesehatan masyarakat berbasis wilayah kepulauan (KEMILAU), diantaranya bidang epidemiologi dan biostatistik, sanitasi dan lingkungan, pendidikan kesehatan dan perilaku, administrasi dan pelayanan, gizi dan kesehatan, serta K3 dan penyakit akibat kerja. Pusat unggulan ini diharapkan dapat menjadi suatu lembaga pengembang IPTEKs yang mampu menghasilkan inovasi berupa pengembangan metode, teknik, prosedur serta instrumen lainnya untuk mengatasi permasalahan kesehatan masyarakat wilayah kepulauan.